Bismillah...

Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang Mukmin baik diri maupun harta mereka dengan memberikan Syurga untuk mereka... (Qs. At-taubah 111)

Kamis, 30 Mei 2013

Surat untuk Ibu dan bapak


Terima Kasih buat Ibu dan bapak ..... yang sampai sekarang ini selalu berlapang dada dengan apa adanya diriku, mempercayai ats pilihan-pilihan hidupku, perhatian yang tulus tak mengharap apa-apa selain keselamatan anaknya, dan sekarang kalau di tanya hal apa saja yang bisa membuatku bahagia, maka akn kujawab senyum Ibu dan bapak :)
jika di dunia,belum bisa membahagiakan mu...ku harap bs menjadi anak yang solehah yang doax senantiasa di ijabah, atau menjadi solehah besrta dgn dua kk perempuan sebab sy pernah membaca hadis, tiga anak perempuan yg sholehah bs membawa kedua orangtuanya masuk Surga, atau dengan Hafalan Qur'an yang mampu menjamin kebahagian ibu dan bapak di Surga..MasyaAllah, sempatkan hamba Ya Allah... Aamiin :)

Rabu, 29 Mei 2013

Fatimah Az-zahra dan gilingan gandum

Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anandanya Fathimah az-zahra . Didapatinya anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya pada anandanya, "apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah SWT tidak menyebabkan matamu menangis". Fathimah  berkata, "ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis". Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi anandanya. Fathimah. melanjutkan perkataannya, "ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta Ali (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah". Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah SAW berkata kepada gilingan tersebut, "berhentilah berputar dengan izin Allah SWT", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah SWT yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, "ya Rasulullah SAW, demi Allah Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah SWT suatu ayat yang berbunyi : (artinya)

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan".

Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah SAW kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam surga". Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.

Rasulullah SAW bersabda kepada anandanya, "jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.

Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang. Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.


Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do'akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah SWT?. Ya Fathimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman surga, dan Allah SWT akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.

Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah. Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat. Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), "teruskanlah amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang". Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyak-kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah SWT akan meringankan sakratul maut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman surga serta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat".

Tulisan Ust.Salim A.Fillah..

Nazhar, Bukan Sekedar Ta’aruf


Engkaulah itu minyak atar
Meskipun masih tersimpan
Dalam kuntum yang akan mekar
-Iqbal, Javid Namah-
 “Seandainya kami bisa membelikan janggut untuk Qais dengan harta kami”, kata orang-orang Anshar, “Niscaya akan kami lakukan.” Semua sifat dan jiwa kepemimpinan memang ada pada pemuda ini. Nasabnya juga terkemuka lagi mulia. Kecuali, ya itu tadi. Janggut. Salah satu simbol kejantanan dalam kaumnya yang sayangnya tak dimilikinya. Wajahnya licin dan bersih.
Namanya Qais ibn Sa’d ibn ‘Ubadah. Ayahnya, Sa’d ibn ‘Ubadah, pemimpin suku Khazraj di Madinah. Rasulullah menyebut keluarga ini sebagai limpahan kedermawanan. Ketika para muhajirin datang, masing-masing orang Anshar membawa satu atau dua orang yang telah dipersaudarakan dengan mereka ke rumahnya untuk ditanggung kehidupannya. Kecuali Sa’d ibn ‘Ubadah. Dia membawa 80 orang muhajirin ke rumahnya!
Saat masuk Islam, Sa’d ibn ‘Ubadah menyerahkan sang putera kepada Rasulullah. “Inilah khadam anda wahai Nabi Allah”, ujar Sa’d. Tapi menurut Anas ibn Malik, Qais lebih pas disebut ajudan Sang Nabi. Dan air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Dalam pergaulannya di kalangan pemuda, Qais sangat royal seperti bapaknya di kalangan tua-tua. Tak terhitung lagi sedekah dan dermanya. Tak pernah ditagihnya piutang-piutangnya. Tak pernah diambilnya jika orang mengembalikan pinjaman padanya.
Kedermawanan Qais begitu masyhur di kalangan muhajirin hingga menjadi bahan perbincangan. Sampai-sampai suatu hari Abu Bakr Ash Shiddiq dan ‘Umar ibn Al Khaththab berbicara tentangnya dan berujar, “Kalau kita biarkan terus pemuda ini dengan kedermawanannya, bisa-bisa habis licinlah harta orangtuanya!”
Pembicaraan ini sampai juga ke telinga sang ayah, Sa’d ibn ‘Ubadah. Apa komentarnya? Menarik sekali. “Aduhai siapa yang dapat membela diriku terhadap Abu Bakr dan ‘Umar?!”, serunya. “Mereka telah mengajari anakku untuk kikir dengan memperalat namaku!” Mendengarnya para sahabat pun tertawa. Lalu Abu Bakr dan ‘Umar meminta maaf padanya.
Ah, Qais dan Sa’d. Ayah dan anak ini sebaris di jalan cinta para pejuang. Tak ada bedanya.
♥♥♥
Inilah salah satu ciri yang menonjol dari zaman yang mulia itu. Pewarisan karakter yang sangat kental dari para ayah kepada para anak. Seperti dari Sa’d ibn ’Ubadah kepada Qais yang telah kita bicarakan. Di belakang nama orang Arab selalu terderet nama ayah-ayah mereka. Mungkin salah satu hikmahnya adalah identifikasi. Tak cuma identifikasi keturunan siapa. Tapi juga wataknya. Kalau kau ingat bapaknya dulu punya suatu sifat mulia, demikian pula kurang lebih anaknya.
Itulah zaman di mana orangtua benar-benar dituakan oleh anaknya, dan mereka mendapatkan pendidikannya di madrasah yang tanpa libur dan tanpa jeda. Di rumahnya. Tempat di mana mereka belajar bukan hanya dari apa yang terucap, tapi apa yang dilakukan oleh ayah bundanya. Orangtua adalah guru yang sebenar-benarnya. Mereka digugu, ditaati karena integritas di hadapan anak-anaknya. Dan ditiru, karena memang semua perilakunya membanggakan untuk dijadikan identitas.
Maka jadilah masyarakat itu masyarakat yang punya tingkat saling percaya amat tinggi. Kalau kau mau menikahi Hafshah, tak perlu berkenalan dengan Hafshah. Lihatlah saja ’Umar, bapaknya. Nah, Hafshah kurang lebih ya seperti bapaknya. Kalau mau menikah dengan ’Aisyah, tak perlu engkau mengenal ’Aisyah. Coba perhatikan Abu Bakr. Nah, ’Aisyah tak beda jauh dengannya. Maka dalam gelar pun mereka serupa; Abu Bakr dijuluki Ash Shiddiq, dan ’Aisyah sering dipanggil Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq.
Dari sinilah saya berargumen pada sebuah seminar pernikahan yang membuat para pesertanya nyaris tersedak. Ada yang memberi pernyataan, ”Di dalam Islam kan tidak ada pacaran, yang ada ta’aruf.” Kata saya, ”Ta’aruf? Tidak ada dalilnya. Tidak ada asal dan contohnya dari Rasulullah maupun para shahabat. Ini istilah umum yang dipaksakan menjadi istilah khusus pernikahan. Sedihnya lagi, ada yang  menyalahgunakannya. Mengganti istilah, dengan hakikat dan isi yang nyaris sama dengan pacaran. Na’udzu billaahi min dzalik.”
Maafkan sekiranya saya berlebihan. Tapi begitulah. Kata ta’aruf artinya ’saling mengenal’ hanya kita temukan dalam Al Quran dalam konteks yang umum.
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujuraat 13)
♥♥♥
Tetapi tentu saja sebuah pernikahan yang dimulai dengan hanya mengandalkan rasa saling percaya di dalam suatu masyarakat menjadi penuh resiko di kelak kemudian hari. Apalagi hari ini, ketika kita mudah oleng, tak teguh berpijak pada wahyu dan nurani. Beberapa halaman lewat, pada tajuk Berkelana dalam Pilihan kita sudah menyimak kisah Habibah binti Sahl yang akhirnya memilih mengajukan pisah dari suaminya, Tsabit ibn Qais. Mengapa? Habibah mengukur kekuatan dirinya yang ia rasa takkan sanggup bersabar atas kondisi suaminya yang menurutnya, ”Paling hitam kulitnya, pendek tubuhnya, dan paling jelek wajahnya.”
Ya, masalahnya adalah Habibah belum pernah melihat calon suaminya itu. Belum pernah. Sama sekali belum pernah. Mereka baru bertemu setelah akad diikatkan oleh walinya. Sebelum berjumpa, dalam diri Habibah muncul harapan sewajarnya akan seorang suami. Dan harapan itu, karena ketidaksiapannya, karena ia belum pernah melihat sebelumnya, menjadi tinggi melangit dan tak tergapai oleh kenyataan. Ia dilanda kekecewaan. Mungkin kisahnya akan lain jika Habibah telah melihat calon suaminya sebelum pernikahan terjadi. Ia punya waktu untuk menimbang. Ia punya waktu untuk bersiap. Ia punya waktu untuk, kata Sang Nabi, ”Menemukan sesuatu yang menarik hati pada dirinya.”
Dalam riwayat Imam Abu Dawud, Jabir ibn ’Abdillah mendengar Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian hendak meminang seorang perempuan, jika mampu hendaklah ia melihatnya terlebih dahulu untuk menemukan daya tarik yang membawanya menuju pernikahan.” Maka ketika Jabir hendak meminang, ia rahasiakan maksudnya, dan ia melihat kepada wanita Bani Salamah yang hendak dinikahinya. Ia menemukannya. Hal-hal yang menarik hati pada wanita itu, yang mebuatnya memantapkan hati untuk menikahi.
Al Mughirah ibn Syu’bah Radhiyallaahu ’Anhu, sahabat Rasulullah yang masyhur karena kehidupan rumahtangganya yang sering dilanda prahara sejak zaman jahiliah, suatu hari ingin meminang seorang shahabiyah, seorang wanita shalihah. Maka Sang Nabi pun berkata padanya, ”Lihatlah dulu kepadanya, suapaya kehidupan kalian berdua kelak lebih langgeng.”
Subhanallah, inilah pernikahan terakhir Al Mughirah yang lestari hingga akhir hayatnya. Padahal sebelumnya entah berapa puluh wanita yang pernah menemani hari-harinya. Penuh dinamika dalam nikah dan cerai. Itu di antaranya disebabkan ia tak pernah melihat calon isterinya sebelum mereka menikah. Maka dengan menjalani sunnah Sang Nabi, Al Mughirah mendapatkan doa beliau, mendapatkan ikatan hati yang langgeng dan mesra. Demikian disampaikan kepada kita oleh Imam An Nasa’i, Ibnu Majah, dan At Tirmidzi.
Dari mereka kita belajar bahwa syari’at mengajari kita untuk nazhar. Melihat. Melihat untuk menemukan sesuatu yang membuat kita melangkah lebih jauh ke jalan yang diridhai Allah. Melihat untuk menemukan sebuah ketertarikan. Itu saja. Bukan mencari aib. Bukan menyelidiki cela. Bukan mendetailkan data-data. Lihatlah kepadanya. Itu saja. Tentu dengan mestarikan prasangka baik kita kepada Allah, kepada diri, dan kepada sesama.
Di jalan cinta para pejuang, kita melestarikan nilai-nilai nazhar; berbaik sangka kepada Allah, menjaga pandangan dalam batas-batasnya, dan selalu mencari hal yang menarik. Bukan sebaliknya..
Keluarkan Kucing dari Karungnya
jangan kau kira cinta datang
dari keakraban dan pendekatan yang tekun
cinta adalah putera dari kecocokan jiwa
dan jikalau itu tiada
cinta takkan pernah tercipta,
dalam hitungan tahun, bahkan millenia
-Kahlil Gibran-
Jika nazhar telah kita lakukan, sungguh kita telah mengeluarkan kucing dari karungnya. Tak lagi membeli kucing dalam karung. Karena kucing juga tak suka dimasukkan dalam karung. Karena kita juga tak ingin menikah dengan kucing.
 Tapi nazhar itu cukuplah sedikit saja.
Adalah Malcolm Gladwell, wartawan The New Yorker yang setelah sukses dengan buku Tipping Point-nya, lalu berkelana penjuru Amerika untuk menulis dan merilis buku barunya, Blink: The Power of Thinking without Thinking. Buku tentang berfikir tanpa berfikir. Buku tentang dua detik pertama yang menentukan. Yang dengan pertimbangan dua detik itu, keputusan yang dihasilkan seringkali jauh lebih baik dari riset yang menjelimet. Dalam bukunya, Gladwell membentangkan puluhan riset yang kuat validitasnya dari berbagai ilmuwan terkemuka untuk menjabarkan tesisnya.
Dua detik pertama mencerap dengan indera itu menentukan. Mahapenting.
Sejalan dengan riset-riset yang dibabarkan Malcolm Gladwell, Kazuo Murakami, ahli genetika peraih Max Planck Award 1990 itu berkisah bahwa para ilmuwan yang begitu tekun belajar untuk menguasai disiplin ilmunya hingga ke taraf ahli, acapkali tak pernah menghasilkan penemuan besar. Justru ilmuwan yang ‘tak banyak tahu’ seringkali menghasilkan dobrakan-dobrakan mengejutkan. Penemuan akbar.
“Mengapa terlalu banyak tahu terkadang menghalangi kita?”, kata Murakami dalam buku The Divine Message of The DNA. “Sebenarnya bukan informasi itu sendiri yang pada dasarnya buruk; tetapi mengetahui lebih banyak daripada orang lain dapat membuai kita untuk mempercayai bahwa keputusan kita lebih baik.”
Padahal seringkali dengan banyaknya informasi membanjir, kemampuan otak kita untuk memilah mana informasi yang berguna dan mana yang tak bermakna menjadi menurun. Otak kita bingung menentukan prioritas. Fakta yang kita anggap penting ternyata sampah. Sebaliknya, hal kecil yang kita remehkan justru bisa jadi adalah kunci dari semuanya. Maka, merujuk pada Gladwell dan Murakami, kita memang tak perlu tahu banyak hal. Cukup mengetahui yang penting saja.
Begitu juga tentang calon isteri, calon suami, calon pasangan kita. Kita tak perlu tahu terlalu banyak. Cukup yang penting saja.
Alkisah, seorang lelaki hendak menikah. Maka satu hal saja yang ia persyaratkan untuk calon isterinya; memiliki tiga kelompok binaan pengajian yang kompak padu. Ketika mereka bertemu untuk nazhar sekaligus merencanakan pinangan, sang wanita berkata, “Maaf, saya tidak bisa memasak.” Ini ujian Allah, batin si lelaki. Bukankah dia hanya meminta yang memiliki binaan pengajian? Mengapa harus mundur, ketika sang calon tak bias memasak?
“Insyaallah di Jogja banyak rumah makan”, begitu jawabnya sambil menundukkan senyum.
“Dan saya juga tidak terbiasa mencuci.”
Kali ini senyumnya ditahan lebih dalam. Kebangetan juga sih. Tapi ia tahu, ini ujian. Maka katanya, “Insyaallah di Jogja banyak laundry.”
Ia, sang lelaki tahu apa yang penting. Kejujuran. Keterbukaan. Itu sudah ditunjukkan oleh sang wanita dengan sangat jelas, sangat ksatria. Ia berani mengakui tak bisa memasak dan tak bisa mencuci. Tanpa diminta. Dua hal yang kadang membuat lelaki rewel. Tetapi dia adalah lelaki yang berupaya selalu memiliki visi dan misi. Maka dia mendapatkan sesuatu yang berharga; seorang wanita yang memiliki tiga kelompok binaan kompak padu. Dan itu sangat berarti bagi visi dan misinya dalam membangun keluarga. Selebihnya, siapa juga yang mencari tukang cuci dan tukang masak? Yang dia cari adalah seorang isteri, bukan kedua macam profesi itu.
Dan tahukah anda? Setelah pernikahan berjalan beberapa waktu, ketika merasa diterima apa adanya oleh suami tercinta, sang isteripun mencoba memasak. Ternyata ia pandai. Hanya selama ini ia tak pernah mencoba. Masakannya lezat, jauh melebihi harapan sederhana sang suami. Begitu juga dalam hal-hal lain. Banyak kejutan yang diterima sang suami. Jauh melebihi harapan-harapannya. Dulu, dia memang tak terlalu banyak tahu tentang calon isterinya. Ia cukup mengetahui yang terpenting saja.
Dua detik itu sangat menentukan. Mungkin karena dalam dua detik itulah ruh saling mengenal. Mereka saling mengirim sandi. Jika sandi dikenali, mereka akan bersepakat, tanpa banyak tanya, tanpa banyak bicara. Karena sesudah itu adalah saatnya bekerja mewujudkan tujuan bersama. Segera. Jangan ditunda-tunda.
“Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal diantara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal diantara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah.” (HR Al Bukhari [3336] secara mu’allaq dari ’Aisyah, dan Muslim [2638], dari Abu Hurairah)
            Ruh itu seperti tentara. Ada sandi di antara mereka. Jika sandi telah dikenali, tak perlu banyak lagi yang diketahui. Cukup itu saja. Mereka akan bersepakat. Mereka adalah sekawan dan sepihak. Mereka akan bergerak untuk satu tujuan yang diyakini. Jadi apakah yang menjadi sandi di antara para ruh? Iman. Tentu saja. Kadar-kadarnya akan menerbitkan gelombang dalam frekuensi yang sama. Jika tak serupa, jika sandinya tak diterima, ia telah berbeda dan sejak awal tak hendak menyatu.
”Iman”, kata Sayyid Quthb dalam Fii Zhilaalil Quran, ”Adalah persepsi baru terhadap alam, apresiasi baru terhadap keindahan, dan kehidupan di muka bumi, di atas pentas ciptaan Allah, sepanjang malam dan siang. Dan inilah yang diperbuat keimanan. Membuka mata dan hati. Menumbuhkan kepekaan. Menyirai kejelitaan, keserasian, dan kesempurnaan.” Maka biarlah dia yang menjadi ratu penentu, di dua detik pertama nazhar kita.
Di jalan cinta para pejuang, kita melestarikan nilai-nilai nazhar; berbaik sangka kepada Allah, menjaga pandangan dalam batas-batasnya, dan selalu mencari hal yang menarik. Bukan sebaliknya. Di jalan cinta para pejuang, yang terpenting bukanlah seberapa banyak engkau tahu, tapi bahwa engkau mengetahui yang memang bermakna bagimu. Dan bahwa Allah selalu bersamamu.
kecocokan jiwa memang tak selalu sama rumusnya
ada dua sungai besar yang bertemu dan bermuara di laut yang satu; itu kesamaan
ada panas dan dingin bertemu untuk mencapai kehangatan; itu keseimbangan
ada hujan lebat berjumpa tanah subur, lalu menumbuhkan taman; itu kegenapan
tapi satu hal tetap sama
mereka cocok  karena bersama bertasbih memuji Allah
seperti segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, ruku’ pada keagunganNya

Kamis, 23 Mei 2013

Cerita bersama Sang Hujan..


Alhamdulillah Hujan kembali menyapa bumiMu Allah.. serasa hujan turun dengan begitu ramah, RahmatMu memang tak akan pernah bisa menyembunyikan kehangatan CintaMu kepda MakhlukMu..
Dan Hujan kali ini kembali membawa ku pada perenungan jejak langkah ku... *again

hari ini... pasca kegiatan kampus,seolah-olah  mengajak ku  kembali menginsafi makna ketegaran dan ketangguhan..kuat dalam berpijak , lapang dalam kesempitan, senantiasa tersenyum manis kepada saudara, dan kembali menepuk bahu bahwa bersabarlah dan kuatkan lah kesabaranmu, senantiasa bekerja karena tak semua orang harus tau kesulitan di dalam bergerak, kondisi yang membelenggumu saat ini wahai diiri.... yang perlu sy lakukan hanyalah bergerak dan terus bergerak semampu diri ini..

sudah seberapa jauh kaki ini melangkah... sudah seperti apa bentuk garis yang terus berupaya ku sambung dan kuhubungkan.. ternyata masih jauh dari kata "paripurna"

rasanya belum ada apa - apanya... Allah Engkau maha tahu semuanya semua tentang diriku.. tentang seperti apa cara ku meniti jalan ini...Kuatkanlah aku Allah.. sebab Engkaulah sumber kekuatanku.

Ajarkan aku semakim tangguh dari hari ke hari..menebar cinta dan membentuk Sepenggal Surga Firdaus kata ust.Anis :) 

Allah... berkahi hari kemarni ku..hari esok ku yg belum tentu ku dapati, dan hari ini yang sebentar lagi akan berlalu dan menjadi sejarah dalam pentas hidupku..

Alhmdulillah hari ini sy masih bisa bekerja dalam kerja-kerja dakwah ini... menjadi bagian dari jalan yang telah di lalui oleh para nabi dan para syuhada yg di janjikan Surga ..

*Hujan selalu mengak ku bercerita.. :)



Rabu, 15 Mei 2013

Buat kaum akhwat, Menteri keuangan keluarga Sakinah..Wajib baca :)

OASE Srikandi I "Belanja yang PUAS dan PAS.." *by Tiffany

Perempuan
makhluk yang mayoritas hobi memenuhi mall atau pusat perbelanjaan ini, ayo ngaku?
*jangan merasa bersalah atau malu dengan hobbi ini, toh memang kewajiban wanita juga memenuhi semua kebutuhan di rumah(kebayang dong kalau bapak2 kita harus belanja, betapa pusingnya mereka)
nah2, srikandi mau berbagi sedikit oase nih…

Saya suka berbelanja, melihat2 barang di pusat perbelanjaan, suka dapat inspirasi saja, apalagi kalau udah liat model baju perempuan yang kadang memang kurang cocok sama muslimah (kecuali kita pergi ke butik khusus muslimah)..saya jadi terinspirasi bikin butik sendiri, modelnya diambil dari baju-baju yang pernah saya lihat di mall, dll.
jadi sekali lagi jangan malu ah kalau punya hobbi yang satu ini…toh ada nilai positifnya juga, asal…asal, asal nih sobat srikandi sebagai ekonom robbani..kita tidak melupakan dua hal..
  1. Tidak berlebihan, sobat semua pernah denger dong “yang berlebihan itu engga baik”? selalu ada hikmah yang harus kita tahu..coba deh kaya makan kekenyangan pasti nyusahin kan? atau belanja banyak2 bikin berat bawaan, apalagi kalau sudah sampai kontrakan atau kosan kita yang serba minimalis bingung disimpen dimana..tentang hal ini, saya mau cerita deh, dulu guru saya pernah nanyain siapa yang punya baju lebih dari lima. Hampir seisi majelis ngacungin tangannya(malah engga ada kali yang engga mengangkat tangan). Saya yang saat itu merasa sang guru kurang kerjaan merasa tertampar sekali saat sang guru mulai memaparkan maksud pertanyaannya, “Saya cuma punya baju biasa tiga—engga masuk baju seragam nagjar--, itupun rasanya sudah banyak jika ditambah baju seragam. Nah saya bingung nih, saya dapat seragam baru dari kantor, bagus dan harganya terlalu mahal buat saya, saya bingung mencari baju lama saya yang seharga seragam itu, saya rasa engga ada yang seharga itu” Sang guru termenung sebentar, saya yang merasa sekali lagi sang guru seperti kurang kerjaan nyari baju yang harganya sama memberanikan untuk bertanya “Emangnya kenapa meski nyari yang harganya sebanding bu?”“Saya harus nyari baju yang harganya sebanding buat saya kasih ke orang lain, ketika ada baju baru saya yang saya terima, saya harus member baju saya yang lam, biar jumlah baju saya engga bertambah, karena saya merasa di akhirat nanti saya cuma bisa mempertanggungjawabkan sebanyak baju saya yang sekarang, saya takut ada baju yang sering saya diamkan di lemari nantinya bersaksi bahwa saya sudah melakukan kesia-siaan, bukankah mubazir itu temannya syaithan? Coba deh kita jangan jadiin itu Cuma guyonan kalo ada temen kita yang engga kuat ngabisin makanannya. Kita harus cermat nak, tentang hal kecil yang sering kita lupakan”
  1. Based on need, saya mendapatkan ini di mata kuliah fundamental ekonomi Islam, sobat yang masih susah membedakan ekonomi Islam dan konvensional mungkin kita harus memahami ini..selain riba dan falah oriented ada pembeda yang sangat kecil tapi perlu kita ingat, based on need, bahwa seorang muslim itu melakukan sesuatunya karena kebutuhan, maka dari hal inilah berangkat asumsi bahwa seorang muslim berorientasi pada falah—kemaslahatan bersama—hingga muncul istilah “Homo Islamicus” yang berarti adalah individu muslim yang sangat mengaplikasikan ekonomi Islam, mengambil keputusan dengan pertimbangan syariat, hingga tercapainya maslahah. (hah, pasti bingung yah bacanya, langsung ke contoh aja nih sobat srikandi). Nah, gimana sih biar kita bisa begitu tuh, belanja kita bisa mencapai kemaslahatan..based on need, penting sekali melist kebutuhan yang harus kita beli sebelum berangkat berbelanja, jadi ketika di TKP kita tak perlu melirik barang yang tidak perlu, karena yang kita inginkan belum tentu bermanfaat(baca:maslahat buat kita). Nah, pasti muncul seletukan “Kalau gitu engga puas dong?”, siapa bilang, pernah engga belanja sesuai list kebutuhan, habis itu dapat banyak hadiah(karena barang yang dipilih yang dapet souvenir), terus pas nyampe rumah kita engga cape beres2, plus menyadari bahwa uang di dompet kita engga hilang banyak, plus bisa sedekah engga mikir2 karena masih banyak uang di dompet? “what’s the wonderfull thing kan?”. Saya berani jamin deh, kalau semua kebutuhan sudah didapat saat berbelanja plus bisa berbagi dengan sedekah, sobat srikandi pasti sangat “PUAS”…apalagi nih kalau kita sadar kita udah sesuai sama ekonomi Islam, mantab dong sobat yang satu ini, selain cantik, aktif dakwahin ekis, juga bisa aplikasiin di kehidupannya, Calon ibu idaman dong bisa mengatur keuangan dengan baik…iya engga?

Oke sobat, moga kita bisa jadi yang begitu tuh…cerdas dalam mengelola keuangan, artinya cerdas mengaplikasikan ekonomi Islam, dakwah ekis mudah kan, engga harus di tataran makro saja, dengan penolakan riba, tapi hidup sesuai kebutuhan juga bikin kita tenang loh “Sadar engga sadar, bentuk ketenangan di hati kita itu berkah atau maslahat yang Allah berikan buat kita”…
Selamat berbelanja, inget oase srikandi yang dua ini yah…

Revitalisasi Peran Perempuan, Refleksi Perjuangan Shahabiyah di Masa Kejayaan Islam *by saudariku Tiffany ;)


Sejarah telah mencatat bahwa perempuan memiliki peran yang kuat dalam pembangunan Islam. Bagaimana kita mengenal Khodijah, wanita yang pertama yang membenarkan apa yang dating dari Allah melalui Sang Nabi, sang saudagar kaya yang telah mengorbankan jiwa, raga serta hartanya untuk dakwah Islam. Bagaimana Jabal Nur menjadi saksi bahwa jejak-jejak kaki sang mujahidah itu selalu mendarat setiap minggunya untuk menemui Sang Nabi yang sedang menyendiri dalam gua yang berbatu, Tidak banyak yang mengetahui tentang ini, jarang yang mencatat ceritanya, hanya tatapan matahari yang merekamnya kala itu, hanya gundukan bebatuan yang membentur jemari kakinya yang menjadi saksi perjuangan itu. Maka Sang mujahidahpun mewarnai dakwah ini dengan jiwa, raga, harta dan tenaga.

Tidak kalah menggetarkan sejarah. Kita mengenal Sa’ad bin Muadz as-siddiq yang menjadi pelopor pertama kebenaran wahyu yang dibawa Sang Rasul pada Kaum Anshar ini adalah putra dari sosok yang luar biasa Kabsyah binti Rafi’ bin Mu’awiyah. Sosok yang menawan sejarah dengan inisiatifnya untuk menjadi yang terdepan. Maka tercatat bahwa ia adalah perempuan yang terdepan menyadiakan kebutuhan bagi Sang Rasul saat ia hijrah ke Madinah, ia pula yang terus mendorong kedua anaknya untuk menjadi mujahid di medan perang, maka sosoknya menjadi motivator kebaikan yang mengantarkan kedua anaknya kepada keberkahan syahid.

Kita juga mengenal, Asma binti Abu Bakar, sosok yang tangguh itu turut menguatkan peran perempuan dalam kisah paling monumental dalam sejarah Rasul, Hijrah Sang Nabi ke Madinah. Masih ingatkah saudari tentang satu alur cerita tentang persembunyian nabi di sebuah gua yang di pintu masuknya terdapat jaring laba-laba yang telah mengelabui Kafir Quraisy, Satu kali lagi, perjuangan Asma yang tengah mengandung itu mendaki bukit sambil memanggul makanan, “Dzatinnitaqain” Sang pemilik dua bilah sabuk, panggilan yang indah itu disematkan kepadanya, dengan kegigihan dan ketangguhannya menguatkan langkah sang Nabi menuju masa depan Islam di Madinah. Maka sang mujahidahpun menyambung dakwah ini dengan ketangguhannya.

Tidak kalah mempesona, Aisyah binti Abu Bakar, satu-satunya Istri Nabi yang namanya diabadikan oleh Al-Qur’an, Istri yang paling dicintai Nabi sepeninggal Khodijah ini membuat sejarah Islam semakin mempesona di langit perjuangan. Aisyah yang selalu berada di sisi Nabi menjadi penyampai ilmu dari apa yang ia lihat, dari apa yang ia dengar., maka ia berhasil menangkap pelajaran dari Sang Qudwah. Sehingga dengan kecerdasannya saat ini beribu-ribu hadits mencatat namanya, maka dengan kecerdasannya pula para sahabat dapat merasakan madrasah ilmu yang luar biasa. Sang Mujahidahpun menawan dakwah ini dengan kecerdasannya.

Namun kini, kisah gemilang yang telah ditoreh para perempuan mulia itui seolah memburam. Kini tidak sedikit tinta hitam yang menetes dalam lembar sosok perempuan. Bagaimana perempuan dijadikan latar belakang kasus-kasus yang meruntuhkan peradaban. Saat seorang perempuan harus menjadi sosok paling berpengaruh dalam kesuksesan pemimpin rumah tangga, ia malah mejadi alasan kasus pengelapan uang negara. Ketika seorang perempuan yang harusnya menjadi penguat pondasi moral seorang anak, ia malah mencontohkan kebobrokan. Maka tidak heran, kasus kekerasan pemuda kini menjadi topik utama di media. Saat seorang perempuan dituntut untuk anggun dalam menjaga syariat agama yang memuliakannya, ia malah menjadi batu penghancur dalam mencerminkan kemuliaan yang dimilikinya dengan memamerkan keindahan dirinya. Maka, kini kertas kehidupan seorang perempuan seolah tidak memiliki warna yang putih lagi.

Sebagai seorang perempuan, tidak rindukah kita mendengar rekaman warisan perjuangan para perempuan yang mulia dalam langkah kita. Pesona perjuangan sang shahabiyah, patut menjadi refleksi perjuangan kita sebagai muslimah saat ini. Mulailah petakan langkah, dimana kaki kita akan berpijak, dimana tangan kita akan merangkul.

Menjadi seorang perempuan, bukan berarti mengharuskan kita hanya terpaku pada satu peran—Ibu Rumah Tangga. Sadar dan Tidak sadar, sebagai seorang perempuan memiliki dimensi yang luas. Dari satu peran, sebagai Ibu artinya adalah menjadi sosok yang tangguh, menyiapkan seluruh bekal perjuangan seorang suami serta anak-anak. Maka Asma dengan kekuatannya menjadi sandaran bagi kita sang penopang peran suami serta anak-anak kita di masyarakat. Dalam peran sebagai perempuan yang berdiri di belakang lelaki yang kokoh itu, kita juga tentu Tidak boleh melupakan, istri pertama Rasul, Khadijah RA, yang selalu menjadi jantung yang mengalirkan darah dalam setiap perjalanan dakwah Sang Rasul.

Menjadi seorang ibu artinya mengambil peran sebagai pembangun pondasi yang paling fundamental bagi peradaban, karena dari sentuhan nilai madrasah pertama ini lahir para sosok-sosok yang luar biasa yang mencemerlangkan tiap lembar sejarah. Seperti Kabsyah binti Rafi’ bin Mu’awiyah, yang selalu mendorong anaknya untuk ikut berjihad di medan perang, maka sejarah mencatat bahwa kedua putranya—Sa’ad bin Muadz dan Amru bin Muadz--syahid di medan perang. Dari nilai-nilai aqidah yang ditanamkannyalah Sa’ad bin Muadz menjadi As-Siddiq kedua yang membenaran ajaran yang dibawa Sang Rasul.
Dari peran madrasah pertama ini, berangkatlah peran-peran mulia lainnya. Sebagai perempuan artinya Tidak lepas dari para pendidik nilai-nilai kehidupan. Tentu, Aisyah RA. yang hafal 2210 hadist itu sangat pantas menjadi cermin kita sebagai seorang pendidik. Maka memenuhi kapasitas keilmuan menjadi sebuah keharusan, sehingga setelahnya kita dapat menyirami tunas-tunas peradaban yang akan tumbuh menjadi kebun yang rindang, menyejukkan dunia dengan wawasannya. Tidak hanya bagi keluarga, Aisyahpun berhasil menjadi pendidik para sahabat Rasul yang telah menancapkan tongggak-tonggak dakwah Islam ini.

Sebagai seorang perempuan, mari kita kokohkan kaki kita untuk melangkah dari satu peran ke peran lainnya, menjadi Asma binti Abu Bakar yang tangguh menopang kebutuhan hijrah Sang Rasul, menjadi Khadijah yang terampil berwirausaha serta mengelola keuangan untuk mengalirkan pundi-pundi bagi keberlangsungan dakwah Islam, menjadi Kabsyah yang selalu menjadi pelopor serta pendorong kebaikan itu, menginspirasi sejarah dengan semangatnya, menjadi Aisyah sang pendidik yang menguatkan risalah ini dengan ilmu yang ditanamkannya kepada para sahabat.

Sebagai seorang perempuan, mempersiapkan penguatan pondasi syariah, meningkatkan kapasitas keilmuan, mengasah keterampilan serta bekal yang akan menjadi penunjang sebagai madrasah pertama yang mempelopori peran-peran selanjutnya adalah mutlak adanya. Karena berawal dari sentuhan lembut seorang ibulah, akan tumbuh tunas-tunas yang akan merindangkan peradaban dan mencemerlangkan sejarah dengan kontribusinya.

“Sekali lagi, mulailah petakan langkah, dimana kaki kita akan berpijak, dimana tangan kita akan merangkul, karena sebagai seorang perempuan, dari langkah madrasah kita gemintang sejarah akan bercahaya….”

Prinsip-prinsip Perencanaan Keuangan Syariah...Ekonom Rabbani insyaAllah :)


Islam mengajarkan kita untuk mempersiapkan bekal di hari esok. Salah satunya adalah dengan perencanaan keuangan yang sesuai dengan syariah. Prinsip-prinsip yang harus dipegang kuat ketika merencanakan keuangan yang sesuai syariah adalah sebagai berikut :

(1) Luruskan niat dalam menetapkan tujuan perencanaan keuangan. Karena Rasul bersabda bahwa segala sesuatu itu berawal dari niatnya. Misal, tabungan pendidikan anak dengan tujuan menjaga amanah Allah agar membekali anak dengan ilmu yang bermanfaat. Melunasi hutang dengan tujuan takut meninggal dunia ketika masih punya hutang. Rasul pun enggan men-sholatkan orang yang masih terlilit hutang. Merencanakan tabungan haji untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Dan seterusnya.

(2) Menjaga nafsu duniawi untuk belanja hal yang tidak perlu agar dapat menyisihkan uang untuk ditabung atau investasi. Jika masih punya hutang dan uang belum cukup untuk melunasi. Relakanlah untuk menjual aset demi melunasi hutang tersebut.

(3) Bedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Dahulukan penuhi kebutuhan daripada keinginan. Contoh, utamakan belanja kebutuhan pokok rumah tangga ketimbang membeli aksesoris/gadget terbaru. Bagi mahasiswa, utamakan beli buku penunjang kuliah ketimbang nonton film terbaru dibioskop.

(4) Buat skala prioritas. Tentukan pengeluaran mana yang sifatnya lebih 'urgent' seperti membayar hutang didahulukan daripada investasi. Karena hutang merupakan kewajiban, maka lunasilah dulu semua kewajiban sampai tidak ada hutang, baru investasi. Begitupula ketika gajian. Dahulukan pengeluaran zakat/infak/shadaqoh. Baru setelah itu harta menjadi bersih untuk dikonsumsi atau investasi.

(5) Dapatkan harta dengan cara yang baik. kerja, dagang, maupun berbisnis harus dengan cara yang halal dan terhindar dari maysir, gharar, tadlis, riba, dll. Harta akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Dari mana harta itu berasal, dan kemana harta itu dipergunakan.

(6) Investasikan pada instrumen yang halal. Disektor keuangan seperti saham syariah atau sukuk maupun. Langsung investasi ke sektor riil. Investasi ke sektor riil bisa berupa modal kerja bagi masyarakat sekitar yang membutuhkan, atau bisa juga melalui Baitul Maal wattamwil.

(7) Melindungi harta. Bisa dengan menggunakan asuransi syariah dengan prinsip ta'awun (tolong menolong) maupun dengan zakat dan sedekah. "Bentengi hartamu dengan zakat, obati penyakitmu dengan sedekah, dan hadapi ujianmu dengan do'a" HR.Tabrani.

(8) Distribusikan harta dengan adil. Buatlah alokasi anggaran dana yang sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa yang akan datang. Berapa % untuk kebutuhan pokok? Berapa % untuk cicilan rumah? Berapa % untuk tabungan pendidikan? Berapa % untuk tabungan haji, dan sebagainya. Kita harus mempersiapkan diri kita untuk akhirat seakan-akan kita mati besok dan bekerjalah seakan-akan kita hidup selamanya.

2. Pola Konsumsi, Investasi, dan Distribusi dalam Islam

Pada awal masa hijrah di Madinah, Rasulullahamembangun pola konsumsi, investasi, dan distribusi yang sesuai syariah dikalangan umat muslim. Beberapa usaha yang dilakukan rasul untuk membangun pola-pola konsumsi, investasi dan distribusi yang sesuai dalam Islam adalah sebagai berikut :

Pembentukan pola konsumsi umat yang mengendalikan nafsu konsumtif, hidup sederhana, dan tidak boros. Salah satu cara mengendalikan nafsu konsumtif adalah dengan berpuasa ramadhan maupun puasa sunnah-sunnah lainnya. "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" QS Albaqoroh 183.

Rasul juga mengajarkan dan memberikan contoh atau teladan kepada umatnya agar hidup sederhana dan tidak belebih-lebihan(Tabzir). "Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap kali masukmasjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan" Al-A'raaf 31.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr"Berhasilah orang yang menyerahkan diri kepada Allah (muslim), walaurezekinya pas-pasan tapi Allah memuaskannya". "Janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros adalah saudara-saudara setan & setan itu sangat ingkar kepada tuhannya" Al Israa 27.

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik,"Sesungguhnya termasuk pemborosan jika kamu memakan semua yang mendatangkan nafsu makan kepadamu".

Dalam membentuk pola investasi syariah, Rasul melarang umat praktek riba, gharar (ketidakjelasan akad), maysir (judi), & tadlis (penipuan). Investasi yang dibenarkan Islam bukanlah riba/gharar/maysir/tadlis, tapi jual beli yang bersih, praktek bagi hasil & pinjaman qardhul hasan. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan suka sama suka di antara kamu" (4:29). "...dan allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" Albaqoroh 275.

Dirwayatkan oleh Shahih bin Shuaib "Ada 3 hal yang mendapat keberkahan, yaitu jual beli untuk masa tertentu, muqaradah(profit sharing), dan mncampurkan gandum bukan untuk dijual".

"Aku adalah orang ketiga dari dua orang yang bermitra selama tidak ada yang khianat satu sama lain. Jika salah satu khianat, aku keluar dari dua orang itu" (hadis marfu').

"Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah melipatgandakan pembalasan kepadamu dan mengampuni kamu"At-Thagabun 17.

Ikhwa...Hari kalian begitu Berharga..


Seperti inilah perjalanan Dakwah...*bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu.