“Perjuangan yang dirintis
oleh orang-orang yang alim, diperjuangkan oleh orang-orang yang ikhlas,
dimenangi oleh orang-orang pemberani, dan akhirnya dinikmati oleh para
pengecut.”
Meniti jalan juang ini memberi arti besar pada kehidupan. Pada ukhuwah, pada dakwah kita. Apakah kita perintis, pejuang, pemenang, atau sekedar penikmat saja. Untuk ketiga karakter pertama, penggeraknya senantiasa mengalir dinamis atau terjaga kestabilannya. Bagi dakwah, hal ini tidak bisa ditempuh kecuali dengan menjaga kehidupan para penggeraknya. Karena kehidupan dakwah itu jauh lebih panjang dari kehidupan para pengusung atau penggeraknya. Kita mesti mengupayakan strategi untuk melanggengkan perjalanan dakwah tersebut, yaitu dengan melanggengkan kehidupan penggeraknya melalui regenerasi atau pengkaderan.
Ya, mengkader, aktivitas nan sarat makna, sarat amal. Setiap dari kita pasti tak akan pernah lepas dari misi ini, dia ibarat tubuh yang diberi nutrisi untuk menghasilkan sel-sel pengganti terbaik. Dia mendidik dan membangun karakter manusia yang tertidur. Umpama ayah mengajari tentang pribadian yang tangguh pada saat kita terjatuh, seperti ketika ibu mendidik menjadi anak yang baik, atau saat kakak menuntun agar menjadi adik yang santun.
Maka dapat dikatakan bahwa tahapan pertama yang harus dilakuakan untuk membentuk ekonom rabbani yang baik adalah melalui pembinaan. Proses pembinaan ini akan mengarahkan individu pada pembentukan imunitas ideologi dan mental, serta mampu menyelesaikan problematika umat sesuai wilayah spesialisasinya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Rad: 11)
Pada lingkup komunitas yang lebih khusus, organisasi pemuda dengan segudang visi dan cita. Disana, proses mengkader menjadi mutlak untuk membentuk jiwa kuat, kompeten, dan kontributif. Mereka yang telah matang tidak hanya memikirkan, siapa yang akan menggantikan, namun sejauh apa persiapan untuk menyelamatkan roda pergerakan pada puluhan tahun ke depan, terutama bekal untuk mengawal perbaikan bangsa. Maka selayaknya kita, menempatkan pendidikan atau pembinaan menjadi kebutuhan utama, dia adalah sekolah yang menjadi penyokong nafas organisasi. Sehingga dari hasil pendidikan yang ideal, kontribusi kian nyata untuk perbaikan dalam setiap kurun waktunya.
Upaya perbaikan bukanlah gerakan sesaat yang muncul untuk kemudian mati selama-lamanya. Ia bukan pula upaya perbaikan yang kecil volume dan intervalnya di tengah gelombang kerusakan yang membahana dan semakin mendera kita. Tetapi ia adalah gerakan perbaikan yang kokoh memegang prinsip dan memiliki nafas panjang serta stamina yang seakan tiada pernah habis untuk menghadapi secara intensif gelombang jahiliyah dengan berbagai kiat, siasat dan berbagai cara. Jadi, hanya upaya perbaikan secara intensif dan memiliki karakter kuat yang mampu bertahan.
Suatu pembinaan memiliki karakter dan keunikan tersendiri untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas anggotanya. Ia berdasar kepada kebutuhan serta harapan, maka sebelum diterbitkan pada maintenance program hingga kurikulum, dia sudah harus sesuai dengan karakter dan budaya organisasi. Tentu saja dengan bermacam variasi, model dan cara yang digunakannya. Apa yang dilakukan Singa si Raja rimba dalam meregenerasi kepada anaknya, tentu tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh seekor ayam. Apa yang dilakukan oleh pohon pisang, tentu berlainan dengan apa yang di lakukan oleh pohon Randu untuk melakukan proses regenerasi. Meskipun berlainan, akan tetapi secara spesifik memiliki tujuan inti yang sama, yaitu agar mereka memiliki penerus yang akan melanjutkan keturunannya, atau dengan kata lain melestarikan dan bahkan mengembangkan apa yang telah dibawa oleh generasi sebelumnya, kepada generasi selanjutnya.
Mengutip kata dari Buku Keajaiban Belajar, dikatakan bahwa proses pendidikan di organisasi menunjang perbaikan SDM yang signifikan. Hal ini disebabkan karena setiap anggota diajari untuk memiliki skill khusus, yang berbeda dengan pendidikan formal. Sehingga jikalau terlaksana dengan baik, pendidikan atau pembinaan disuatu organisasi dapat menjadi penopang dalam perbaikan SDM. Dari proses pembinaan ini pulalah kita diajari untuk mempertanggungjawabkan setiap apa yang dibina.
Lihatlah lebih jeli untuk apa organisasi ini terbentuk ? Maka kita akan semakin yakin dan mengenali esensi dari sebuah pembinaan. Mungkin sering terfikir tugas itu hanya dimiliki oleh suatu bidang khusus, sebagai contoh tariklah PSDM atau Divisi Kaderisasi. Karena memang biasanya hanya mereka yang dilimpahkan tugas untuk menyusun dan menyempurnakan konsep hingga program kaderisasi bisa dieksekusi. Anggapan ini tidak salah, namun bukankah kita tahu bahwa kita disatukan dalam organisasi untuk saling menyokong dan menguatkan dalam kebaikan guna terpacainya visi dan cita bersama. Seperti halnya saat kehadiran anggota baru dirumah, seorang adik yang sedang belajar bicara, tentu bukan hanya ibu yang memiliki andil untuk mengajarinya, tapi juga ada ayah, kakak, dan kolega-kolega terdekat untuk membiasakannya bertutur kata halus, jujur, dan benar sesuai harapan keluarga.
Maka kita berusaha belajar peka terhadap saudara yang lain, berusaha memahami serta saling membantu dan menopang dalam amal. Tak hanya sekedar menjadi pengamat yang baik, melihat, mengkritik kemudian menghujat, sungguh bukan untuk itu. Jikalau ada sedikit kerikil perbedaan maka ia menjadikan keindahan tersendiri untuk amal ikhlas kita.
Ya, kuncinya adalah ikhlas. Ikhlas untuk memberi kontribusi terbaik walau sakit menyertai. Keikhlasan yang meneladani Nabi, penuh harap pada Illahi. Kunci itu yang layak dipegang oleh para pengembannya sebagai pemimpin, pendidik, pengkader, ia jadikan sifat itu sebagai motor penggerak utama.
"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An'aam: 162-163).
Pahami ayat ini, maka benturan-benturan menyakitkan ukhuwah pasti akan terselesaikan karenaNya. Ia mencintai dengan tulus anggotanya, staff, maupun yang dibina. Ia menyayangi dengan bukti kerja yang dilakukan untuk terus menjadi perbaikan bersama. Ia menyayangi dengan tulus tanpa harap selain ridha-Nya.
Kunci mengkader selanjutnya adalah telaten dan istiqomah berusaha memberi yang terbaik. Serta menganggap bahwa medan terjal yang ditempuh adalah usaha untuk merangkai amal-amal indah sebagai bekal berpulang. Sungguh merugi bila saat nanti kita digambarkan seperti ayat ini,
"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."(QS. Al-Furqaan: 23).
Mari mencelup hati kita pada Rasulullah dalam mengkader sahabat, dia mengubah jalan hidup seorang Umar yang sangar menjadi penangis dikala mendengar ayat-ayat Allah, yang mengubah Bilal seorang biasa menjadi pribadi muslim yang luar biasa, dan mengubah seorang Khalid pemimpin pasukan Quraisy pada perang Uhud menjadi seberaninya seorang Khalid bin Walid ketika berseru kepada orang-orang Romawi yang bersembunyi ketakutan dibalik benteng Kinnasirin,
“Andaikata kalian bersembunyi dikolong langit , niscaya kuda-kuda kami akan memanjat langit untuk membunuh kalian. Andaikata kalian berada di perut bumi, niscaya kami akan menyelami bumi untuk membunuh kalian.”
Adalah musibah yang amat besar apabila kita tidak istiqomah dan lemah dalam mengkader. Roda-roda dakwah akan lambat berputar atau bahkan berhenti sama sekali, karena penggerak roda¬-roda itu kehilangan energi atau tidak ada sama sekali. Bahkan jumlah kader yang banyak tidak akan banyak membantu bila tidak diiringi oleh proses pembentukan kapasitas menuju kader berkualitas. Keseimbangan antara ekspansi rekrutmen kader dengan peningkatan kualitasnya adalah keseimbangan yang mesti difokuskan.
Dalam mengkader, membina, mendidik titik pusatnya adalah menyatukan hati-hati yang telah terpaut dalam organisasi ini. Tanpa keterikatan hati sangat sulit menyentuh cita, visi, dan mimpi. Keterpautan hati karena Allah akan menggapai cinta langit untuk menebar kebaikannya di organisasi, dengan semangat amal jama’i, saling menolong dan mendoakan.
Maka hai ekonom rabbani, perkuatkanlah ukhuwah, gantikanlah semangat yang lemah dengan rabithah. Karena ukhuwah tidak dibatasi oleh ruang, jarak, dan waktu. Kekuatannya Allah rangkai sesuai dengan usaha kita.
Semoga nanti, saat kuatnya ukhuwah kita memperkuat laju roda organisasi ini, semakin menunjukkan bahwa organisasi ini tidak hanya besar karena aktivitas duniawi namun juga karena saling membina, menasehati, mengingatkan, dan menolong, yang terwarisi pada generasi rabbani hingga yaumul akhir nanti. Selanjutnya, mudah-mudahan Allah Swt. memberi kekuatan kepada kita semua agar agenda pengkaderan atau penguatan basis utama gerakan dakwah terus berlanjut hingga Allah Swt. menakdirkan kita semua menjadi pengusung utama mewujudkan ekonomi islam hingga kejayaannya, semoga!
Meniti jalan juang ini memberi arti besar pada kehidupan. Pada ukhuwah, pada dakwah kita. Apakah kita perintis, pejuang, pemenang, atau sekedar penikmat saja. Untuk ketiga karakter pertama, penggeraknya senantiasa mengalir dinamis atau terjaga kestabilannya. Bagi dakwah, hal ini tidak bisa ditempuh kecuali dengan menjaga kehidupan para penggeraknya. Karena kehidupan dakwah itu jauh lebih panjang dari kehidupan para pengusung atau penggeraknya. Kita mesti mengupayakan strategi untuk melanggengkan perjalanan dakwah tersebut, yaitu dengan melanggengkan kehidupan penggeraknya melalui regenerasi atau pengkaderan.
Ya, mengkader, aktivitas nan sarat makna, sarat amal. Setiap dari kita pasti tak akan pernah lepas dari misi ini, dia ibarat tubuh yang diberi nutrisi untuk menghasilkan sel-sel pengganti terbaik. Dia mendidik dan membangun karakter manusia yang tertidur. Umpama ayah mengajari tentang pribadian yang tangguh pada saat kita terjatuh, seperti ketika ibu mendidik menjadi anak yang baik, atau saat kakak menuntun agar menjadi adik yang santun.
Maka dapat dikatakan bahwa tahapan pertama yang harus dilakuakan untuk membentuk ekonom rabbani yang baik adalah melalui pembinaan. Proses pembinaan ini akan mengarahkan individu pada pembentukan imunitas ideologi dan mental, serta mampu menyelesaikan problematika umat sesuai wilayah spesialisasinya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Rad: 11)
Pada lingkup komunitas yang lebih khusus, organisasi pemuda dengan segudang visi dan cita. Disana, proses mengkader menjadi mutlak untuk membentuk jiwa kuat, kompeten, dan kontributif. Mereka yang telah matang tidak hanya memikirkan, siapa yang akan menggantikan, namun sejauh apa persiapan untuk menyelamatkan roda pergerakan pada puluhan tahun ke depan, terutama bekal untuk mengawal perbaikan bangsa. Maka selayaknya kita, menempatkan pendidikan atau pembinaan menjadi kebutuhan utama, dia adalah sekolah yang menjadi penyokong nafas organisasi. Sehingga dari hasil pendidikan yang ideal, kontribusi kian nyata untuk perbaikan dalam setiap kurun waktunya.
Upaya perbaikan bukanlah gerakan sesaat yang muncul untuk kemudian mati selama-lamanya. Ia bukan pula upaya perbaikan yang kecil volume dan intervalnya di tengah gelombang kerusakan yang membahana dan semakin mendera kita. Tetapi ia adalah gerakan perbaikan yang kokoh memegang prinsip dan memiliki nafas panjang serta stamina yang seakan tiada pernah habis untuk menghadapi secara intensif gelombang jahiliyah dengan berbagai kiat, siasat dan berbagai cara. Jadi, hanya upaya perbaikan secara intensif dan memiliki karakter kuat yang mampu bertahan.
Suatu pembinaan memiliki karakter dan keunikan tersendiri untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas anggotanya. Ia berdasar kepada kebutuhan serta harapan, maka sebelum diterbitkan pada maintenance program hingga kurikulum, dia sudah harus sesuai dengan karakter dan budaya organisasi. Tentu saja dengan bermacam variasi, model dan cara yang digunakannya. Apa yang dilakukan Singa si Raja rimba dalam meregenerasi kepada anaknya, tentu tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh seekor ayam. Apa yang dilakukan oleh pohon pisang, tentu berlainan dengan apa yang di lakukan oleh pohon Randu untuk melakukan proses regenerasi. Meskipun berlainan, akan tetapi secara spesifik memiliki tujuan inti yang sama, yaitu agar mereka memiliki penerus yang akan melanjutkan keturunannya, atau dengan kata lain melestarikan dan bahkan mengembangkan apa yang telah dibawa oleh generasi sebelumnya, kepada generasi selanjutnya.
Mengutip kata dari Buku Keajaiban Belajar, dikatakan bahwa proses pendidikan di organisasi menunjang perbaikan SDM yang signifikan. Hal ini disebabkan karena setiap anggota diajari untuk memiliki skill khusus, yang berbeda dengan pendidikan formal. Sehingga jikalau terlaksana dengan baik, pendidikan atau pembinaan disuatu organisasi dapat menjadi penopang dalam perbaikan SDM. Dari proses pembinaan ini pulalah kita diajari untuk mempertanggungjawabkan setiap apa yang dibina.
Lihatlah lebih jeli untuk apa organisasi ini terbentuk ? Maka kita akan semakin yakin dan mengenali esensi dari sebuah pembinaan. Mungkin sering terfikir tugas itu hanya dimiliki oleh suatu bidang khusus, sebagai contoh tariklah PSDM atau Divisi Kaderisasi. Karena memang biasanya hanya mereka yang dilimpahkan tugas untuk menyusun dan menyempurnakan konsep hingga program kaderisasi bisa dieksekusi. Anggapan ini tidak salah, namun bukankah kita tahu bahwa kita disatukan dalam organisasi untuk saling menyokong dan menguatkan dalam kebaikan guna terpacainya visi dan cita bersama. Seperti halnya saat kehadiran anggota baru dirumah, seorang adik yang sedang belajar bicara, tentu bukan hanya ibu yang memiliki andil untuk mengajarinya, tapi juga ada ayah, kakak, dan kolega-kolega terdekat untuk membiasakannya bertutur kata halus, jujur, dan benar sesuai harapan keluarga.
Maka kita berusaha belajar peka terhadap saudara yang lain, berusaha memahami serta saling membantu dan menopang dalam amal. Tak hanya sekedar menjadi pengamat yang baik, melihat, mengkritik kemudian menghujat, sungguh bukan untuk itu. Jikalau ada sedikit kerikil perbedaan maka ia menjadikan keindahan tersendiri untuk amal ikhlas kita.
Ya, kuncinya adalah ikhlas. Ikhlas untuk memberi kontribusi terbaik walau sakit menyertai. Keikhlasan yang meneladani Nabi, penuh harap pada Illahi. Kunci itu yang layak dipegang oleh para pengembannya sebagai pemimpin, pendidik, pengkader, ia jadikan sifat itu sebagai motor penggerak utama.
"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An'aam: 162-163).
Pahami ayat ini, maka benturan-benturan menyakitkan ukhuwah pasti akan terselesaikan karenaNya. Ia mencintai dengan tulus anggotanya, staff, maupun yang dibina. Ia menyayangi dengan bukti kerja yang dilakukan untuk terus menjadi perbaikan bersama. Ia menyayangi dengan tulus tanpa harap selain ridha-Nya.
Kunci mengkader selanjutnya adalah telaten dan istiqomah berusaha memberi yang terbaik. Serta menganggap bahwa medan terjal yang ditempuh adalah usaha untuk merangkai amal-amal indah sebagai bekal berpulang. Sungguh merugi bila saat nanti kita digambarkan seperti ayat ini,
"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."(QS. Al-Furqaan: 23).
Mari mencelup hati kita pada Rasulullah dalam mengkader sahabat, dia mengubah jalan hidup seorang Umar yang sangar menjadi penangis dikala mendengar ayat-ayat Allah, yang mengubah Bilal seorang biasa menjadi pribadi muslim yang luar biasa, dan mengubah seorang Khalid pemimpin pasukan Quraisy pada perang Uhud menjadi seberaninya seorang Khalid bin Walid ketika berseru kepada orang-orang Romawi yang bersembunyi ketakutan dibalik benteng Kinnasirin,
“Andaikata kalian bersembunyi dikolong langit , niscaya kuda-kuda kami akan memanjat langit untuk membunuh kalian. Andaikata kalian berada di perut bumi, niscaya kami akan menyelami bumi untuk membunuh kalian.”
Adalah musibah yang amat besar apabila kita tidak istiqomah dan lemah dalam mengkader. Roda-roda dakwah akan lambat berputar atau bahkan berhenti sama sekali, karena penggerak roda¬-roda itu kehilangan energi atau tidak ada sama sekali. Bahkan jumlah kader yang banyak tidak akan banyak membantu bila tidak diiringi oleh proses pembentukan kapasitas menuju kader berkualitas. Keseimbangan antara ekspansi rekrutmen kader dengan peningkatan kualitasnya adalah keseimbangan yang mesti difokuskan.
Dalam mengkader, membina, mendidik titik pusatnya adalah menyatukan hati-hati yang telah terpaut dalam organisasi ini. Tanpa keterikatan hati sangat sulit menyentuh cita, visi, dan mimpi. Keterpautan hati karena Allah akan menggapai cinta langit untuk menebar kebaikannya di organisasi, dengan semangat amal jama’i, saling menolong dan mendoakan.
Maka hai ekonom rabbani, perkuatkanlah ukhuwah, gantikanlah semangat yang lemah dengan rabithah. Karena ukhuwah tidak dibatasi oleh ruang, jarak, dan waktu. Kekuatannya Allah rangkai sesuai dengan usaha kita.
Semoga nanti, saat kuatnya ukhuwah kita memperkuat laju roda organisasi ini, semakin menunjukkan bahwa organisasi ini tidak hanya besar karena aktivitas duniawi namun juga karena saling membina, menasehati, mengingatkan, dan menolong, yang terwarisi pada generasi rabbani hingga yaumul akhir nanti. Selanjutnya, mudah-mudahan Allah Swt. memberi kekuatan kepada kita semua agar agenda pengkaderan atau penguatan basis utama gerakan dakwah terus berlanjut hingga Allah Swt. menakdirkan kita semua menjadi pengusung utama mewujudkan ekonomi islam hingga kejayaannya, semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar