Bismillah...

Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang Mukmin baik diri maupun harta mereka dengan memberikan Syurga untuk mereka... (Qs. At-taubah 111)

Rabu, 08 Oktober 2014

Sang Penyejuk Hati

Sang penyejuk hati... tidak lain adalah sosok mungil, lembut, suci, menentramkan, dan membuat mata berninar-binar menatapnya, padanya tersimpan harapan besar akan sebuah perjuangan yang tiada hentinya..ya menyambung estafet dakwah dakwah Rasulullah, berharapa dengannya mulia pula kedua orang tuanya, dengannya pahala kian mengalir disebabkan amalan:)

*Ponakan Pertama : Aisyah Ayudia Inara

Assalamu'alaikum..om/tante..usiaku 6 bulan, doakan asiyah jadi anak solehah yaa ^___^



Merayu Diri Agar Mencintai al-Qur'an

mengenalalquran.wordpress.com/tag/taujih-ust-abdul-aziz-abdul-rauf/

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)
Ungkapan lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan semacam itu?
Kita bisa bekerja dengan keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.
Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:

  1. Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur’an.
  2. Kita paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.
  3. Kita sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi Al-Qur’an.
  4. Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya, tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur’an maka sangat sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur’an.
  5. Kita paham bahwa shalat yang baik – khususnya shalat malam – adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita kadang tidak tertarik terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam shalat.
  6. Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.
  7. Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi fadhillah tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqamah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
  8. Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai kehidupan dunia, namun jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada di bawah naungan Al-Qur’an.
Jangan pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri kita:
  1. Wahai diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta kepada Allah Swt tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan Kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi senang membaca suratnya bahkan berulang-ulang? Mengapa kamu begitu berat dan enggap untuk hidup dengan wahyu Allah Swt? Adakah jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum siap, kalau tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?
  2. Wahai jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana akhirat? Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan keamanan bagi manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai dari sakaratul maut hingga saat melewati shirat.
  3. Wahai jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang demikian banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an?
  4. Wahai jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan Rasulnya mengajak dirimu memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk siapakah manfaat amal tersebut? Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah dan Rasul-Nya menjadi bertambah? Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca Al-Qur’an, kemuliaan itu berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan lakukan, kitalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.
  5. Wahai jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.
  6. Wahai jiwa, tidakkah engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabat serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan berinteraksi dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang akan datang tentang dirimu?
Ungkapan di atas adalah perenungan terhadap diri sendiri dalam urusan dunia dan akhirat, hal yang dianjurkan oleh Allah Swt agar hidup kita tidak berlalu begitu saja tanpa makna.
“….Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepadamu supaya kamu berpikir. Tentang dunia dan akhirat…” (QS Al-Baqarah [2]: 219-220)

Senin, 29 September 2014

Mengukir jejak di Yogyakarta



Saya masih ingat pertama kali di kota ini...16 April 2014

Mengutip syair dari Imam Syafie:
"Merantaulah..
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah..
Kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan,
jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam, tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan"
__________
Lalu, seorang traveler pun menambahkan:
"Kadang, kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu sendiri. Menemukan teman, sahabat, saudara. Mungkin juga cinta. Mereka-mereka yang memberikan rumah itu untuk kita, apa pun bentuknya.
Tapi yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri: sebuah rumah yang sesungguhnya. Yang membuat kita tak akan merasa asing meski berada di tempat asing sekalipun.."


pertama kali menginjakkan kaki dan menghirup udara jogja... mengamati jalan-jalan yang sambangi, ku perhatikan bangunan-bangunannya yang begitu kental akan nuansa budaya jawa, patung-patung yang tertata rapi hampir disetiap jalanan baru, dan jalanan yang begitu berbeda dengan makassar...kebersihan, jogja tergolong kota yang bersih.. dan bukan hanya pada jalan-jalan utama, ternyata di gang-gang sekalipun terlihat kebersihannya, budaya sadar akan kebersihan merupakan karakteristik unggulan di kota ini..
dan perjalanan baru pun kumulai di sini..di kota ini, Yogyakarta.. J
disinilah episode-episode hidup kan kujalani, bukan lagi makassar, unhas, pusdam, rumah, aqhso, workshop, danau,
bagi saya memutuskan untuk merantau adalah perkara yang awalnya cukup dilematis, namun saya tidak akan berangkat sebelum memang keyakinan ku utuh untuk merantau..
Namun setelah musyawarah dengan orang tua dan  demi harapan-harapan yang telah ku rangkai dengan bukan hanya tentang aku, mereka, kita kelak ..tp juga  tentang dakwah tentang ummat, tentang cinta Rasullulah kepada ummatnya..
Flash back sejanak..
 bismillah, ku luruskan niatku Lillahi ta’ala dalam rangka mencari Ridho Allah, Tholabul ilmi.. restu dari oarang tua dan dukungan mereka pun menambah kuat keyakinanku, modal utama merantau hanya lah “ Ridho Allah dan Restu Orang tuaku”  di tambah dengan semangat dari nenek...iya nenek, yang masuk ke kamar ku H-1 sebelum keberangkatanku ke Yogja, beliau memeluk ku dan tiba-tiba menangis beliau pun menyampaikan wejangannya ..hal yang sama yg selalu beliau lakukan apa bila ada di antara kami cucu-cucu nya yang akan pergi jauh, beliau selalu menjadi salah satu penyemangatku.. semua yang beliau lakukan selalu saja membekas di hatiku, mungkin karena ikatan emosi kami begitu kuatt *tsahh J diasuh nenek selama beberapa tahun sebelm masuk TK tentu saja beliau menjadi sangat berarti bagi saya..lebih tepatnya di usia golden ageku beliaulah yang selalu  di sampingku..* I luv U nenek ^^

sebagai anak rumahan... *iyakah :D yang terbiasa hidup dengan keluarga, saya butuh waktu untuk akrab dengan kondisi sekitar ku, home sick ?? iya pastii di awal2... jadi ingat waktu berkenalan dengan teman kost ku yang bernama Atin yang juga sedang menempuh S2 di UIN suka.. sempat mewek di depannya, tiba-tiba Atin nyeletuk ngomong “S2 kok mewekk ??? “ seketikaa... langsung trsadar iya..yaa.. masa’ karena rindu tiba2 harus mewek, gimana nanti kalau di boyong sama suami ke tempat yang lebih jauh lagi..hehe ^^
entah mengapa gampang sekali mewek..sampai-sampai saya menyempatkan diri saya untuk browsing di internet untuk demi mencari key word kiat-kiat menahan air mata... hehe, sebab saya tidak ingin di hari keberangkatanku ibu dan bapak ku melihatku menangis.. walhasil walaupun sudah browsing, tetap saja mewekk.. ketika berpamitan dengan mereka.. sama halnya dengan tertawa..yaa, paling gampang juga ketawa ketiwi.bahkan bisanya yang menurut orang-orang biasa saja, hal itu cukup lucu menurutku..dan akhirnya trkadang saya sendiri yang trtawa.. -__-

back to talk about Jogja..
Perkenalkan nama kampus baru saya adalah Universitas Islam Indonesia, nama panggilannya UII J letak sangat dekat dengan kostnya...  alhamdulillah, hanya berjalan kaki sampe dah di kampus, kampus ini cukup imut-imut... sebagai kampus pasca dan hanya ada 3 jurusan, salah satu nya adalah magister studi Islam konsentrasi Ekonomi Islam, kampus UII ada memiliki 5 kampus yang terseber di Jogja..kamus terpadu, tempat masjid ulil-albab letaknya di kaliurang km 14,5, yahh cukup jauh dekat-dekat dengan gunung merapi Jogja..yang konon katanya tahun ini adalah siklus merapi untuk mengeluarkan dahaknya..karena selama ini merapi hanya batuk-batuk kecil saja..

dannn Jogja menyambut saya dengan hujan abu waktu itu... hujan abu yang sebelumnya hanya saya dengar dan lihat di tV.. seketika saya merasa saya sudah sangat jauh dari kota makassar J *ya iyyalah..namanya juga lintas pulau, menyebrangi lautan melintasi lembah..jadi ingat ninja hatori :D
Bagaimana dengan masyarat nya.. yang tiap hari saya akan banyak berinteraksi dengan mereka..
Seperti lagunya katon bagsakara “Jogjakarta”... setiap sudut menyapuku bersahabat penuh selaksa makna.. ;) ramah, sopan, dan sensitifitas yang cukup tinggi terhadap orang lain..

bagaimana dengan makanannya...  jujur, agak sedikit parno tiap kali melihat jajanan yang di perjual belikan, harus betul-betul berhati, menurut penelitian daging celeng yang laku terjual di pasaran lima kali lipat dari yang seharusnya..  bahkan di salah satu pesantren mahasiswi “ Darush shalihat” tempat kajian Jelajah hati ust.Syatori AR Hafidzollah mengharuskan santrinya untuk berbelanja pada warung-warung telah di tentukan oleh pihak pesantren.. inilah bukti sebuah ke waro’an seringkali kita mungkin sedikit lalai dengan hal yang seperti ini, padahal menurut ulama makanan yang kita makanan berpengaruh pada kualitas akhlak kita, bahkan daya hafal kita..wallahu a’lam
Jogjakarta... yang identik dengan kota wisata, menarik memang kota ini... selain ia juga kota pendidikan, jogja juga kota wisata.. penatnya pikiran akan tntutan akdemik akan di netralisir dengan tempat-tempat indah yang cukup membawa ketenangan dan menghibur,..
Jogja akan sangat cantik di malam hari, kerlap kerlip lampu yang menghiasi kota ini begitu indah jika pandang,.. tapi bagaimana pun indahnya kota rantauan , kampung halaman tetap punya nilai tersendiri di dalam hati.. J
Semoga di kota ini... saya kembali menata langkah dan mengukir jejak yang berarti bukan hanya untuk diri sendiri tp juga orang lain, ingin selalu membawa manfaat di manapun berada.

aamiin...